Seminar series SDGs ke-22 kali ini mengangkat tema Kepemimpinan dalam konteks Pembangunan Wilayah. Dalam sesi ini menghadirkan Prof. M. Baiquni, M.A (Kepala Departemen Geografi Pembangunan), Ainun Nurma Ramadhana (Mahasiswa Prodi Pembangunan Wilayah) dan Dimas Arief Ekananto (Mahasiswa Prodi Pembangunan Wilayah) sebagai narasumber dan Prof. Dr. R. Rijanta M.Sc. sebagai moderator. Acara dibuka dengan sambutan singkat dari moderator. Beliau memaparkan bahwa pembangunan wilayah saat ini yang sudah mengalami perubahan yang sangat signifikan dari ruang yang hanya merupakan ruang absolut menjadi ruang virtual sehingga memunculkan isu dan pendekatan yang baru, sangat pas dengan narasumber yang merupakan generasi muda mahasiswa yang baru saja menyelesaikan kuliah kerja lapangan (KKL).
Berita
Seminar SDGs ke-20 ini terasa spesial karena merupakan rangkaian dari kegiatan Dies Natalis Fakultas Geografi ke-54. Acara yang dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 2017 di ruang Auditorium Merapi ini dibuka oleh sambutan dari Prof. Dr. Muh Aris marfai, M.Sc selaku Dekan Fakultas Geografi UGM. Dalam sambutannya beliau mengucapkan selamat datang pada tamu undangan khususnya Bupati, perwakilan Bappeda serta jajaran SKPD lain dari Provinsi Kalimantan Tengah serta daerah lain di sekitar D.I. Yogyakarta. Adapun yang memandu jalannya diskusi adalah Prof. Dr. R. Rijanta, M.Sc.
Forum SDGs bulan Juli 2017 kembali diadakan di Ruang Sidang, Fakultas Geografi pada 25 Juli 2017. Pada kesempatan ini, Prof. Dr. M. Baiquni, M.A. selaku moderator memperkenalkan beberapa pembicara yang telah hadir terkait dengan penyelenggaraan acara Departemen Geografi Pembangunan pada bulan Agustus 2017 yaitu Smart City, Village & Region (SCVR) Summer Course 2017. Dr. Rini Rachmawati, S.Si., M.T. sebagai koordinator SCVR 2017 bersama empat mahasiswa dan alumni Fakultas Geografi memaparkan tentang konsep umum Smart City dan implementasinya di beberapa kota di Indonesia.
Di hari-hari terakhir menjelang libur Idul Fitri, ruang Sidang Fakultas Geografi masih diramaikan dengan kehadiran para peserta seminar SDGs, Rabu 21 Juni 2017. Seminar SDGs yang diselenggarakan setiap bulan, kali ini mengangkat tema “Spirituality of Sustainability”. Obrolan hangat lintas disiplin dan lintas keyakinan ini dipandu oleh Ketua Departemen Geografi Pembangunan UGM, Prof. Dr. M. Baiquni, M.A. yang bertindak sebagai moderator. Hadir sebagai pembicara utama, dosen Geografi Pembangunan UGM, M. Isnaini Sadali, S.Si., Msc. dan pembicara tamu, Bapak Mochtar dari kelompok kajian Insist yang juga sahabat dari Bapak Prof. Dr. M. Baiquni, M.A.
Peran perempuan dalam pengelolaan lingkungan maupun lini kehidupan lainnya sangat penting. Dalam SDGs, perempuan dan perannya dinilai sebagai aset yang sangat berharga. Sudah banyak cerita sukses pengelolaan lingkungan yang diinisiasi oleh komunitas perempuan. Tentu bukan hal yang mudah mendirikan komunitas dari nol lalu konsisten melakukan aksi nyata. Setiap hal yang dilakukan memiliki harapan akan membawa manfaat tidak hanya pada aspek lingkungan tapi secara luas memberikan perubahan yang lebih baik pada kondisi sosial dan ekonomi sekitar. SDGs forum kali ini membahas tentang pemberdayaan perempuan di desa. Begitu banyak hal sederhana yang membumi tapi memberikan manfaat global yang bisa kita contoh dari komunitas perempuan di desa. Mari belajar bersama dari sosok-sosok perempuan inspiratif di sekitar kita!
Pada SDGs forum kali ini, desa masih menjadi topik utama dalam diskusi. Kebijakan pembangunan yang berubah-ubah menuntut desa untuk dapat menyesuaikan diri. Yang harus menjadi perhatian bagi pembuat kebijakan adalah selalu memperhatikan kapasitas desa dan bagaimana mendampingi desa untuk dapat mandiri secara perlahan. Program desa tidak melulu soal seberapa banyak dana yang dialokasikan tapi bagaimana mendampingi desa untuk berkembang sesuai dengan kemampun sumber daya alam, ekonomi maupun sumber daya manusia lokal yang dimiliki. Bukankah tujuan pembangunan yang hakiki adalah kemandirian masyarakat? Diperlukan kebijakan yang pro-rakyat yang menyentuh akar permasalahan bukan perbaikan kemasan yang indah dipandang di permukaan. Selamat berjuang!
SDGs menghendaki semua pihak dan kalangan maju bersama, tidak ada yang tertinggal, termasuk masyarakat di desa yang umumnya termarginalkan. Desa dengan semua potensi yang ada, merupakan cikal bakal dari tumbuhnya suatu kota. Bisa kita bayangkan bagaimana kota dapat bertahan bila tidak ada kiriman hasil panen dari desa untuk menutupi kebutuhan primer penduduknya. Meskipun seringkali menimbulkan masalah, perpindahan SDM dari desa ke kota berperan besar dalam pengembangan kegiatan industri di kota yang membutuhkan banyak tenaga kerja. Sudah seharusnya kita kembali membangun desa dengan mengubah ulang mindset kita. Desa harus juga berkembang mengikuti perkembangan zaman. Kreativitas dan inovasi mutlak dibutuhkan dalam prosesnya. Keberadaan teknologi informasi selayaknya menjadi sarana yang bisa mendekatkan desa dengan harapan pembangunan yang banyak digadang-gadangkan oleh pemerintah pusat maupun daerah melalui program dan alokasi dana yang ada. Yang tidak boleh kita lupakan adalah jatidiri desa itu sendiri. Semua fasilitas yang ada hanyalah alat untuk membantu pembangunan yang diinginkan. Tujuannya adalah menguatkan nilai-nilai kehidupan lokal yang sudah ada, bukan justru menghilangkan. Bagaimana menguatkan desa untuk senantiasa berkembang sesuai dengan karakteristik dan potensi yang dimilikinya.
Perubahan iklim menjadi hal yang tidak terelakkan. Semua sektor kehidupan merasakan dampak yang ditimbulkan. Dampak negatif atau positif kembali lagi ke persepsi setiap orang. Ada satu kalangan yang menganggap suatu dampak adalah dampak negatif tapi kalangan lain menerima itu sebagai suatu hal yang menguntungkan mereka. Oleh karena itu, yang penting dimiliki dan dipersiapkan adalah kemampuan adaptif yang tinggi. Hal ini akan menentukan bagaimana dampak negatif dapat diminimalisir. SDGs kali ini akan membahas tentang perubahan iklim dan resiliensi komunitas. Seperti yang dicantumkan dalam SDGs poin ke-5 (gender equality), ke-11 (sustainable cities and communities), dan ke-13 (climate action), forum SDGs kali ini akan membahas perubahan iklim dilihat dari berbagai perspektif.
SDGs Forum bulan September menghadirkan tema yang sedikit berbeda dari sebelumnya. Mengangkat tema agenda riset disertasi dan beasiswa, pembicara SDGs Forum bulan ini menghadirkan empat pembicara yaitu bapak Erlis Saputra, bapak Dodi Widiyanto, ibu Alia Fajarwati, dan bapak Agung Budiono. Kehadiran keempat pembicara mampu mengangkat semangat para peserta yang sebagian besar merupakan mahasiswa baru angkatan 2016 mampu mengangkat semangat penelitian di generasi termuda pada prodi pembangunan wilayah. SDGs Forum yang kembali diadakan di auditorium Merapi pada hari senin,19 Spetember 2016 ini dibuka dengan sambutan oleh bapak Prof.Dr.M.Baiquni berupa semangat planner yang juga seorang geograf dalam memaknai kehidupan dan bagaimana mengolah kebenaran dalam sebuah penelitian yang mampu dipublikasikan dan bermanfaat bagi masyarakat.
SDGs Forum kembali mengadakan seminar bulanan untuk kedelapan kalinya diadakan dengan mengangkat tema bulan ini pemuda memaknai kemerdekaan. Menghadirkan mahasiswa-mahasiswa berprestasi dari dalam fakultas geografi yang mewakilkan berbagai kelompok dan lembaga di dalam kampus. Lambang Septiawan sebagai ketua BEM Fakultas Geografi, Heni Ermawati sebagai ketua Geografi Study Club, dan Furqan Abdul Rais Zordi sebagai Sekjen IMAHAGI. Bertempat di Auditorium Merapi Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada pada tanggal 29 Agustus 2016 pukul 15.30 hingga 17.30 WIB, pembukaan seminar dibuka dengan film Merah Putih yang menceritakan pendakian MAPAGAMA di Himalaya. Film Merah Putih yang belum lama dibuat ini untuk mendokumentasikan pengibaran bendera merah putih di Gunung Sokangri oleh para srikandi MAPAGAMA. Proses pendakian yang memiliki banyak hambatan yang dihadapi membuat semangat pemuda dalam memaknai kemerdekaan begitu dirasakan oleh peserta yang hadir cukup banyak di sore hari itu.